Kamis, 18 Desember 2014

CERPEN ETIKA PROFESI

Bertanggung Jawab Dalam Bekerja

Di senin pagi di sebuah ruangan yang cukup luas, nyaman dan dingin telihat sesosok wanita cantik,  berambut panjang yang sedang asik di depan komputernya. Tiba-tiba seorang pria dengan membawa tumpukan kertas  datang ke depan meja wanita cantik itu , “mila ini berkas yang harus kamu audit, berkas ini harus selesai kamu audit dalam waktu 1minggu” perintah  Pak Andi. “ iya pak saya akan selesaikan tepat waktu” ujar mila. Melihat tumpukan berkas itu mila pun langsung pusing , iya menggerutu  saat Pak Andi sudah keluar dari ruangannya “ gila apa berkas segini banyak cuman di kasih waktu 1 minggu emang g robot bisa secepat itu, kalo ngasih kerjaan seenak jidatnya aja” gerutu mila. 
Waktu sudah menunjukkan jam istirahat makan siang, mila pun diajak teman sekantornya untuk makan siang. “ mil ayo kita makan udah laper ni” ajak yani, “duluan aja deh makan, gw masih banyak kerjaan” kata mila menolak ajakan temannya. “ gimana mau makan kerjakan numpuk gini, alamat lembur tiap hari ni “ gerutu mila. Jam berganti jam menit berganti  menit sampailah pada waktu pulang kerja, mila masih asik dengan tumpukan berkas itu. Yani mengajak mila pulang “ mil da waktunya pulang ayo pulang”, “ duluan deh gw lembur ni”  ujar mila. “ oke deh mil semangat ya ngauditnya jangan sampe salah “. “ ok”. Setiap hari mila lembur di kantor agar tugasnya selesai tepat waktu, bahkan berkas yang belum di audit pun di bawa pulang kerumah agar mila bisa mengerjakan tugas itu.
Di minggu pagi terdengar alarm di hp mila berbunyi, berkali-kali alarm mila berbunyi tapi mila tidak bangun-bangun dari tidurnya. Tepat jam 10.00 alarm mila berbunyi lagi, mila baru terbangun dari tidurnya mengambil hp dan melihat jam alarm di hpnya, mila pun terkejut melihat hpnya “hah udah jam 10.00 kesiangan gw , Besok udah harus di serahin ni berkas yang udah diaudit, belum kelar lagi, harus kelar hari ini juga maksimal subuh besok harus kelar ni “ ujar mila. Tanpa mandi mila pun langsung bangun menyalakan laptop dan mengambil berkas yang belum di audit. Ia mengerjakan tugasnya itu sampai larut malam, hingga hampir subuh, sang mama melihat mila masih mengerjakan tugas“ mila ini sudah tengh malam kamu juga belum tidur, besok kerja pagi lagi”. “ iya ma ini besok pagi harus di serahin kerjaannya, dikit lagi selesai kok ma” jawab mila. Jam 4 pagi pun akhirnya kerjaan mila selesai,” alhamdulillah kelar juga ni kerjaan, bisa tidur dah walaupun 1 jam mah “ ujar mila.
Pukul 07.00 mila pun sampai di kantornya, iya masuk ruangannya , “tidur lagi sebentar bisa  ni” kata mila. Pukul 08.00 mila pun di panggil Pak Andi, “ ini pak tugas yang bapak berikan sudah selesai saya audit” ujar mila,” kenapa mata kamu sepertinya mengantuk sekali” tanya pak andi. “ iya pak saya lembur setiap hari, semalam saya sampai subuh pak menyelesaikan tugas ini” jawab mila. “ bagus walaupun kamu sampai begadang setiap hari tugas yang saya berikan selesai tepat waktu dan baik, itu namanya kamu bertanggung  jawab dalam bekerja, dan kamu patut di contoh oleh auditor dan karyawan lain agar mereka bertanggung jawab dalm mengerjakan pekerjaan kantor “ puji pak andi. Mendengar pujian dari Pak Andi, mila pun senang “ nggak sia-sia kan gw lembur terus ampe kurang tidur” ujar mila. Mila pun semakin semangat bekerja sebagai auditor dan akan selalu bertanggung jawab dalam bekerja.

SELESAI

Rabu, 10 Desember 2014

CONTOH KASUS FRAUD AUDITING PERUSAHAAN MULTILATERAL



Kasus Phar Mor Inc

Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang me-legenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan.

Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code.
Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan  23,000 orang karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan, furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Satu set  laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report), sedangkan  satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only.

Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar – berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah.
Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian dipromosikan menjadi Vice President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari  ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut.

Analisis :

Kecurangan yang dilakukan Phar Mor dengan  memanipulasi laporan keuangan untuk mendapatkan keuntungan sangat di sayangkan karena mengakibatkan perusahaan menjadi bangkrut. Seorang auditor harusnya selalu berpedoman pada Standar Audit dan tidak ikut serta dalam melakukan kecurangan, memanipulasi laporan keuangan.

Endra Yani
22211434
4EB11

Sumber :
http://intannurliahtirta.blogspot.com/2013_12_01_archive.html

CONTOH KASUS FRAUD ACCOUNTING PERUSAHAAN MULTILATERAL DI LUAR NEGERI




Manipulasi Akuntansi untuk Menggelambungkan Laba

Ketika  American Remodelling ( AMRE ) menjadi perusahaan go public pada tahun 1987, manajemen  puncak perusahaan tersebut memberikan proyeksi pendapatan dan laba yang optimistis kepada para analis keuangan yang mengawasi perusahaan tersebut. Saat akhir kuartal pertama dalam tahun fiskal perusahaan sebagai perusahaan publik yakni tanggal 31 Juli 1987, laba bersih perusahaan yang diproyeksikan sebelumnya tidak dapat mereka capai. Salah satu eksekutif dan pemegang saham besar di AMRE, Robert Levin takut akan harga saham AMRE akan anjlok jika perusahaan gagal mencapai penerimaaan yang didapat untuk kuartal pertama tahun fiskal 1988. Levin, yang merupakan seorang CPA  (Certified Public Accountant ), menjabat sebagai pejabat keuangan utama perusahaan tersebut dan memegang posisi sebagai Wakil Direktur Eksekutif. Untuk meningkatkan laba bersih AMRE untuk kuartal pertama tahun 1988, Levin memerintahkan pejabat akuntansi utama perusahaan, Dennie D. Brown, untuk menggelembungkan (overstated ) angka indikator yang belum ditetapkan di dalam  bank data AMRE. Selanjutnya, Brown memerintahkan Walter W. Richardson, Wakil Direktur bidangdata processing untuk memasukan jumlah indikator fiktif tersebut ke dalam Lead Bank. Salah satu indikator yang direkayasa untuk menggelembungkan laba adalah menurunkan biaya periklanan. Hal ini menyebabkan jumlah biaya iklan yang tidak sesuai untuk kuartal pertama tahun 1988 menjadi ditangguhkan dan tidak dibebankan.

Penipuan akuntansi ini memungkinkan AMRE untuk menaikkan laba sebelum pajak pada kuartal tahun tersebut sebanyak US$1.000.000,00 atau hampir sebesar 50% dari nilai yang semestinya. Hal ini terus dilakukan oleh AMRE pada kuartal kedua, ketiga dan keempat. Pada dua kuartal terakhir, Levin memutuskan untuk memperluas lingkup penipuan akuntansi yang dilakukan. Selain menaikkan indikator, Levin memerintahkan  bawahan-bawahannya untuk menggelembungkan (oversatate) persediaan akhir untuk kuartal ketiga dan keempat tahun fiskal 1988. Richardson memenuhi  perintah tersebut dengan memasukan catatan persediaan fiktif dalam komputer AMRE dan kemudian menyiapkan lembar penghitungan persediaan palsu untuk kemudian diserahkan ke KAP. Price Waterhouse selaku auditor perusahaan. Levin juga memerintahkan staf-staf akuntansi AMRE untuk menggelembungkan  pendapatan perusahaan untuk kuartal ketiga dan keempat tahun fiskal 1988. AMRE melaporkan laba sebelum pajak sebesar US$12.200.000,00 dalam laporan keuangan tahun fiskal 1988. Saat itu, AMRE menggunakan metode akuntansi percentage of completion untuk mengakui pendapatan pada proyek-proyek instalasi rumah yang belum rampung pada akhir suatu periode akuntansi. Untuk menggelembungkan pendapatan pada akhir tahun fiskal 1988, mereka secara sebunyi-sembunyi meng-overstate persentase penyelesaian proyek-proyek yang sebenarnya belum selesai dan bahkan belum dimulai pengerjaannya. Sebelum AMRE melaporkan formulir 10-K (laporan keuangan untuk pasar modal) untuk tahun fiskal 1988 kepada SEC, Levin bertemu dengan direktur utama sekaligus ketua dewan direksi AMRE, Steven D. Bedowitz. 

Dalam  pertemuan ini Levin mengakui perbuatannya. Ia memberikan penjelasan- penjelasan yang dapat diterima Bedowitz atas kecurangan yang telah dilakukannya. Levin mengingatkan bagaimana ia bertemu Bedowitz di tahun 1981, beberapa tahun sebelum ia menerima posisi eksekutif di dalam AMRE. Levin dan Bedowitz sangat mirip satu sama lain dalam hal energi, ambisi dan mimpi sehingga kemitraan mereka terjadi. Akhirnya Bedowitz sebagai pimpinan  perusahaan menyetujui dan maklum atas manipulasi tersebut.

Analisis : 

American Remodelling ( AMRE ) melakukan penipuan untuk meningkatkan laba bersih dengan cara menurunkan biaya periklanan. Penipuan yang dilakukan AMRE, Levin, dan Richardson adalah penipuan sangat besar, seharusnya hal ini tidak terjadi, dan seharusnya pihak yang terlibat dalam kasus penipuan tersebut di hukum seberat-beratnya dan harus mengganti kerugian yang terjadi, agar tidak terjadi kasus-kasus seperti itu lagi.

Endra Yani

22211434

4EB11

Sumber:

https://www.academia.edu/7985091/Kasus_Penggelembungan_Nilai_Transaksi_dalam_Proses_Bisnis_Skandal_Perusahaan_AMRE_dan_Auditor_Eksternalnya_

PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA



Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:

1.   Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2.   Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial); dan
3.   Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.


Di Indonesia, berkembangnya profesi Akuntan sudah berjalan mulai dari masa kolonial Belanda. Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah. 

Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama  dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957,  Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.

Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam suratkeputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejakmemasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhanakan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung dibawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI inilah yang mengatur tentang etika profesi akuntansi, dimana semua anggotanya dapat menjalankan tugas sebagai akuntan baik akuntan publik, akuntan yang bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

Kesimpulan :
Dari perkembangan etika bisnis dan profesi di Indonesia kita dapat melihat dan mengetahui asal mula munculnya etika bisnis dan profesi. Dalam melakukan bisnis dan menjalani profesi dibutuhkan etika agar tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku

Endra Yani
22211434
4EB11

Sumber :
http://andreaszacharia.blogspot.com/2013/10/sejarah-perkembangan-etika-profesi.html
http://kinantiarin.wordpress.com/perkembangan-etika-profesi-akuntansi-di-indonesia/
http://komang4d1.blogspot.com/2013/09/etika-bisnis-di-indonesia.html
http://shuumalik.wordpress.com/2013/01/28/sejarah-perkembangan-etika-profesi-akuntansi/

CONTOH KASUS BENTURAN KEPENTINGAN



Bapepam Periksa Kantor Akuntan Publik Bank Lippo

Badan Pengawas Pasar Modal memeriksa kantor akuntan publik Ernst & Young, Sarwoko and Sanjaya, yang mengaudit laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk.
Pemeriksaan ini untuk mengklarifikasi pernyataan Managing Partners Sarwoko Iman Sarwoko  yang mengaku hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta.

 Laporan keuangan triwulan itu bukanlah laporan yang wajib dilaporkan ke Bapepam. Yang wajib adalah laporan keuangan tahunan. Selain itu, laporan keuangan yang berbeda itu diperbolehkan asal ada perubahan laporan sebelumnya. "Sehingga jika dari sisi pelaporan akuntan membolehkan, maka itu boleh saja. Laporan keuangan itu harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Menurut Robinson, jika melihat dari laporan keuangan ganda saja Bapepam bisa saja menghukum akuntan publik dan manajemen Lippo. Tuduhannya adalah adanya kebohongan publik. "Tapi kita menghargai standar penyusunan akuntansi. Boleh nggak ada penilaian yang berbeda," katanya. Karena itu, Bapepam nantinya juga akan melakukan koordinasi dengan Dewan kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia, dalam mengambil suatu keputusan.
Robinson menilai pemeriksaan kasus Lippo ini akan memakan waktu lama. Selain meminta keterangan dari akuntan publik, Bapepam juga berencana memanggil manajemen bank, dan penilainya. Menurut dia, Bapepam memberikan kesmepatan dulu kepada BEJ untuk memeriksa manajemennya. "Kan nggak enak kalau BEJ periksa, kita juga periksa," imbuhnya. Setelah paparan publik dilakukan Lippo, yang paling lambat sebelum 15 Februari, lanjutnya, barulah Bapepam akan memanggil manajemen Lippo. "Itu dengan catatan dari public expose masih belum jelas dan berindikasi pelanggaran," katanya.
Seperti diketahui, telah terjadi perbedaan laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke BEJ. Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada tanggal 28 November 2002 disebutkan total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98 Miliar.
Sedangkan dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun. Manajemen Lippo beralasan, perbedaan itu terutama pada kemerosotan nilai agunan yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,393 triliun pada laporan publikasi dan Rp 1,42 triliun pada laporan ke BEJ. Akibatnya keseluruhan neraca dan akun-akun berbeda signifikan, termasuk penurunan rasio kecukupan modal (CAR) dari 24,77 persen menjadi 4,23 persen.
Bursa Efek Jakarta telah meminta manajemen Lippo untuk mengadakan paparan publik, paling lambat tanggal 15 Januari. Ada dua hal yang perlu disampaikan dalam paparan itu, yaitu Bank Lippo harus menyampaikan penjelasan atas adanya dua laporan keuangan per 30 September 2002 yang memuat angka berbeda dan penjelasan mengenai kinerja keuangan perusahaan hingga periode 31 Desember 2002.
Menanggapi hal ini, Managing Partners Sarwoko yaitu Iman Sarwoko, bersikukuh menyatakan bahwa kantornya hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang dilaporkan ke BEJ. "Kita cuma merasa membuat audit report ke BEJ tuh,". Menurut dia, saat laporan keuangan Lippo pertama kali keluar kepada publik, yaitu ke Bank Indonesia, kantornya belum selesai mengaudit laporan keuangan itu. "Valuasinya belum selesai karena belum menyesuaikan agunannya," kata dia, sambil menambahkan ada selisih waktu sekitar 3 minggu dari laporan ke BI dan selesainya audit oleh kantornya.
Jadi, lanjutnya, dia tidak tahu menahu kenapa ada laporan keuangan yang sebenarnya belum beres diaudit tapi sudah dilaporkan ke BI. "Harusnya kalau memang mau dilaporkan juga, bilang saja itu bukan laporan belum diaudit," imbuhnya. Karena itu, tutur Iman, sulit bagi Sarwoko dan Sanjaya untuk ikut pula mempertanggungjawabkan laporan keuangan ganda itu.


Analisis :
Pada kasus di atas dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 dengan laporan keuangan  yang dipublikasikan melalui media cetak pada tanggal 28 November 2002 dan yang dilaporkan ke BEJ, itu berarti Bank Lippo membuat  laporan keuangan ganda yang isinya berbeda. Dengan dibuatnya laporan ganda tersebut berarti Bank Lippo mempunyai maksud tertentu untuk kepentingan perusahaan tersebut. Dari kasus di atas juga dijelaskan oleh Robinson Simbolon bahwa laporan keuangan yang berbeda itu diperbolehkan asal ada perubahan laporan sebelumnya.  Iman Sarwoko, menyatakan bahwa kantornya hanya mengaudit laporan keuangan Lippo yang dilaporkan ke BEJ dan Iman Sarwoko mengatakan pada saat laporan keuangan lippo  keluar ke publik belum selesai di audit tapi sudah di laporkan ke BI. Seharus laporan keuangan di buat sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku agar laporan keuangan yang dibuat  membuarikan informasi yang berkualitas dan Auditor yang mengaudit Bank Lippo, seharusnya memiliki standar teknis yang sistematis dalam mengaudit perusahaan agar auditor mampu mengetahui isi perusahaan secara keseluruhan dan mendeteksi hal-hal yang tidak sesuai dengan standar dan auditor tidak boleh bersekongkol dengan pihak audit karena hal itu akan bertentangan dengan kepentingan publik.

Endra Yani
22211434
4EB11

Sumber :
http://www.tempo.co/read/news/2003/02/03/0562286/Bapepam-Periksa-Kantor-Akuntan-Publik-Bank-Lippo
http://biz-me.blogspot.com/2010/11/benturan-kepentingan-profesi-auditor.html
Magical Tinkerbell