Jumat, 19 April 2013

HUKUM PERJANJIAN



 HUKUM PERJANJIAN
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, dengan kata lain perjanjian merupakan perbuatan hukum untuk mendapatkan seperangkat hak dan kewajiban dengan pihak lain beserta segala konsekuensinya.

STANDAR KONTRAK

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
·                      Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
·                     Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
·                     Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
·                     Bentuk tertentu (tertulis)
·                     Dipersiapkan secara massal dan kolektif

MACAM-MACAM PERJANJIAN

·         Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.
·         Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:

·         Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.
·         Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
·         Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend). Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
·         Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoi. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan.

·         Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan. 

·         Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.

(a) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada,
(b) Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst) yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
(c) Perjanjian untung-untungan, misalnya prjanjian asuransi
(d) Perjanjian publik: yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.


SYARAT – SYARAT SAH PERJANJIAN
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.

3.  Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.

4.  Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu:

a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)

Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.

b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).

Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.

d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.


PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN

Penyebab Pembatalan Perjanjian

- Pekerja meninggal dunia

- Jangka waktu perjanjian kerja berakhir

- Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Sumber:
http://vahmy76.wordpress.com/2012/04/07/hukum-perjanjian/
http://coretan-jemari.blogspot.com/2013/04/tugas-4-hukum-perjanjian.html
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/03/hukum-perjanjian.html

Selasa, 16 April 2013

HUKUM PERIKATAN


PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).


PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN MENURUT PARA AHLI

· Menurut Pitlo :Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi

· Hofmann : Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.

· Vollmar : Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.

Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.

2. Perikatan yang timbul dari undang – undang

3. Perikatan terjadi bukan perjanjian

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-

macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :

· Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.

· Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.

· Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :

· Perikatan

· Perutangan

· Perjanjian


AZAZ HUKUM PERIKATAN

Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

1. Azas Kebebasan Berkontrak

Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan

2. Azas Konsensualisme

Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :

1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

3. Mengenai suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

SIFAT HUKUM PERIKATAN

Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, konsensuil, dan obligatoir. Bersifat sebagai hukum pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing-masing, setiap pihak dapat mengesampingkan peraturan dalam Undang-undang.

Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh pihak masing-masing, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat dipenuhi dengan tanggung jawab.

Sementara itu, obligatoir berarti setiap perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap-tiap pihak yang telah bersepakat.

MACAM-MACAM HUKUM PEERIKATAN

Berikut ini merupakan beberapa jenis hukum perikatan.


  •  Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada syarat tertentu.
  •  Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada waktu yang tertentu atau dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi.
  • Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadi salah satu pihak atau kedua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang.
  •  Perikatan dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, artinya perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi-bagi. Sementara perikatan yang tidak dapat dibagi, adalah perikatan yang prestasinya tidak dapat dibagi-bagi.


WANPRES

Sebelum meninjau wanprestasi ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal yang dimaksud dengan prestasi. Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang bertemu saling mengungkapkan janjinya masing-masing dan mereka sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain dalam Perikatan untuk melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesuatu itu merupakan sebuah prestasi, yaitu yang dapat berupa:

· Menyerahkan suatu barang (penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli dan pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual).

· Berbuat sesuatu (karyawan melaksanakan pekerjaan dan perusahaan membayar upahnya).

· Tidak berbuat sesuatu (karyawan tidak bekerja di tempat lain selain di perusahaan tempatnya sekarang bekerja).

Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat – atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:

· Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

· Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuasi dengan janjinya.

· Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.

· Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Waktu terjadinya wanprestasi sulit ditentukan ketika di dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus sudah dilaksanakan. Bentuk prestasi yang berupa “tidak berbuat sesuatu” mudah sekali ditentukan waktu terjadinya wanprestasi, yaitu pada saat debitur melaksanakan suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu.

Jika dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus dilaksanakan, maka kesulitan menentukan waktu terjadinya wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk prestasi “menyerahkan barang” atau “melaksanan suatu perbuatan”. Di sini tidak jelas kapan suatu perbuatan itu harus dilakasanakan, atau suatu barang itu harus diserahkan. Untuk keadaan semacam ini, menurut hukum perdata, penentuan wanprestasi didasarkan pada surat peringatan dari debitur kepada kreditur – yang biasanya dalam bentuk somasi (teguran). Dalam peringatan itu kreditur meminta kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya pada suatu waktu tertentu yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri dalamsurat peringatannya. Dengan lewatnya jangka waktu seperti yang dimaksud dalam suratperingatan, sementara debitur belum melakasanakan kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi.

Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.


HAPUSNYA PERIKATAN pasal 1381:

· Pembayaran

· Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

· Pembaharuan utang

· Perjumpaan utang atau kompensasi

· Percampuran utang

· Pembebasan utang

· Musnahnya barang yang terutang

· Kebatalan atau pembatalan

· Berlakunya suatu syarat batal

· Lewatnya waktu.

sumber :

http://bachtiarseptiyadi.blogspot.com/2012/05/hukum-perikatan.html

http://dewiseptianawati.blogspot.com/2012/05/hukum-perikatan.html

http://sahalotreh.blogspot.com/2012/04/hukum-perikatan.html

Selasa, 09 April 2013

HUKUM PERDATA


HUKUM PERDATA

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

SEJARAH HUKUM  PERDATA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
                                  
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

ISI KUHP PERDATA

KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
  • Buku I Tentang Orang :Berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga
  • Buku II  Tentang Benda :Berisikan hukum harta kekayaan dan hukum waris
  • Buku III  Tentang Perikatan :Berisikan hukum perikatan yang lahir dari UU dan dari persetujuan dan perjanjian
  • Buku IV   Tentang Pembuktian dan Daluwarsa : Berisikan peraturan tentang alat bukti dan kedudukan benda akibat lampau waktu.


Tentang Orang

Hukum Perdata Materiil, adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan hak perdata. (Hukum Perdata Adat dan Hukum Perdata Eropa)
Hukum Perdata Formil, adalah keseluruhan kaidah hukum yang menentukan bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata materiil. (Hukum Acara Perdata)
Asas Hukum Perdata Eropa Tentang Orang
1.       Asas yang melindungi hak asasi manusia, jangan sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak asasi manusia karena UU atau keputusan hakim. (Ps 1+3 KUHS)
2.       Asas setiap orang harus mempunyai nama dan tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin berlainan satu dengan lainnya (Ps 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHS)
Pentingnya Domisili :
a.       Dimana orang harus menikah
b.       Dimana orang harus dipanggil oleh pengadilan
c.       Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang, dsb

3.       Asas Perlindungan kepada Orang yang tak lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak mampu melakukan perbuatan hukum mendapat perlindungan bila ingin melakukan perbuatan hukum (Ps 1330 KUHS), contoh :
a.       Orang yang belum dewasa diwakili oleh walinya baik itu orang tua kandung atau wali yang ditnjuk oleh hakim atau surat wasiat.
b.       Mereka yang diletakkan dibawah pengampuan, bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum diwakili oleh seorang pengampu (Curator)
c.       Wanita yang bersuami bila hendak melakukan perbuatan hukum harus didampingi suaminya.
4.       Asas monogami dalam hukum perkawinan barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang laki-laki sebagai suaminya(Ps 27 KUHS)
Dalam UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Ps 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi ijin seorang suami untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5.       Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi kekayaan keluarga (Ps105 KUHS)

Tentang Benda

Hukum Benda adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak atas benda. Asasnya adalah asas yang membagi benda atau barang ke dalam benda bergerak dan benda tetap.

Asas Hukum Tentang Benda
1.       Asas yang membagi hak manusia kedalam hak kebendaan dan hak perorangan.
Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan)
Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut suatu tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang harus mengakui hak orang tersebut
2.       Asas hak milik itu adalah suatu fungsi sosial. Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau masyarakat. Jika merugikan akan dituntut berdasarkan Ps 1365 KUHS
Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah dicabut dan diatur dalam UU Pokok Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih diatur dalam Hukum Benda.
Hukum Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada peraturan lain yang berkaitan dengan benda selain yang diatur oleh UU.
               
Tentang Perikatan
Dalam Ps 1233 KUHS ditetapkan bahwa Perikatan dilahirkan baik karena UU dan karena Persetujuan.
Perikatan yang timbul karena UU :
1.       Perikatan yang lahir dari UU saja
Alimentasi (Ps 231 KUHS), yaitu kewajiban setiap anak untuk memberikan nafkah hidup kepada orang tuanya dan para keluarga sedarah dalam garis keatas apabila mereka dalam keadaan miskin.
2.       Perikatan yang lahir dari UU karebna perbuatan orang yang diperbolehkan maupun karena perbuatan orang yang melanggar hukum.
Zaakwaarneming (Ps 1354 KUHS) perbuatan orang yang dilakukan dengan sukarela tanpa diminta tanpa disuruh, memelihara kepentingan atau barang orang lain. Maka timbul hubungan hukum antara pemilik barang dengan pemelihara barang.

Perikatan yang timbul karena Persetujuaan atau Perjanjian :
1.       Perikatan alamiah, perikatan yang harus dilaksanakan tetapi tidak disertai dengan sanksi gugatan, kalau debitur tidak memenuhi kewajibannya.
2.       Perikatan karena perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang dimaksud dengan Ps 1365 KUHS dan Drukkearrest HR tanggal 31 Januari 1919, yang terdiri dari :
a.       Perbuatan yang melanggar hak orang lain.
b.       Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang bersangkutan.
c.       Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai nama baik atau barang orang lain.

Bagi orang yang melanggar akan dikenakan kewajiban untuk memberi ganti rugi kepada pihak yang merasa dirugikan. Ada beberapa macam ganti rugi :
a.       Kosten, yaitu segala biaya dan ongkos yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan oleh korban.
b.       Schade, yaitu kerugian yang diderita oleh si korban sebagai akibat langsung dari perbuatan yang melanggar hukum itu.
c.       Interessen, yaitu bunga uang dari keuntungan yang tidak jadi diterima sebagai akibat langsung dari perbuatan yang melanggar hukum itu.


Syarat yang harus dipenuhi untuk menuntut ganti    rugi :

a.       Perbuatan atau sikap diam harus melanggar hukum, ada peraturan hukum yang dilanggar oleh perbuatan atau sikap diam dari orang yang bersangkutan.

b.       Harus ada kerugian (Schade) antara perbuatan dan kerugian harus ada hubungan sebab akibat, penggantia kerugian hanya dapat diminta oleh orang yang menderita kerugian dan harus dapat membuktikannya.

c.       Harus ada kesalahan orang atau si pelaku haris dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan kesalahan yang dilakukan itu bukanlah keadaan terpaksa, keadaan darurat, kesalahan itu karena kesengajaan dan kelalaian.

3.       Asas Hukum Perikatan
a.       UU bagi mereka yang membuatnya
b.       Asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau persetujuan
c.       Asas bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikat baik
d.       Asas bahwa semua harta kekayaan seseorang menjadi jaminan atau tanggungan semua hutang-hutangnya.
e.       Asas Actio Pauliana yaitu aksi yang dilakukan oleh seorang kreditur untuk membatalkan semua perjanjian yang dibuat oleh debiturnya dengan itikat buruk dengan pihak ketiga, dengan pengetahuan bahwa ia merugikan krediturnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh hakim atas permohonan kreditur (Ps 1341 KUHS)
Asas ini memberi peringatan kepada seorang debitur bahwa ia akan dikenakan sanksi penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan untuk menghindari penyitaan dari pengadilan.

Pembagian Perjanjian yang berlaku di Indonesia :
1.       Perjanjian Jual Beli ditetapkan dakan KUH Perdata
2.       Perjanjian Asuransi (Pertanggungan) yang penting bagi soal-soal perdata ditetapkan dalam KUH Dagang
3.       Perjanjian Persrikatan (Ps. 1618 KUH Perdata)


Sumber :
 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/08/hukum-perdata-di-indonesia/
staff.ui.ac.id/internal/090603089/material/HUKUMPERDATA.doc
Magical Tinkerbell